Aktivitas Galian C di Timiki, Papua Tengah
MEEPAGO.COM-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah akhirnya mengambil langkah tegas dengan mencabut seluruh aktivitas galian C (pasir dan batu) di kawasan pusat Kota Timika. Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, menegaskan kegiatan tambang tersebut merusak lingkungan, bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta mengancam keselamatan warga.
“Lokasi itu sebetulnya diperuntukkan untuk pengembangan pariwisata. Kami sudah turun langsung dan pengelola cukup kooperatif. Sekarang kami menunggu tindak lanjut bersama Pemerintah Kabupaten Mimika,” kata Nawipa, Jumat (22/8/2025).
Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa Pemprov Papua Tengah sejak berdiri tahun 2023 tidak pernah menerbitkan izin resmi galian C. Seluruh izin yang beredar saat ini merupakan warisan dari Provinsi Papua sebelumnya.
Bupati Mimika, Johannes Rettob, mendukung penuh keputusan tersebut. Ia menyebut aktivitas galian C di Kampung Hangatji, terutama sekitar Jembatan Selamat Datang SP2 dan belakang GOR Futsal SP2, telah menimbulkan ancaman serius.
“Bantaran sungai terancam longsor, potensi banjir bandang meningkat, dan genangan air bekas galian menjadi sarang nyamuk malaria. Kasus malaria melonjak signifikan di Timika akibat aktivitas ini. Nyawa warga dipertaruhkan,” tegas Rettob.
Instruksi Bupati Mimika Nomor 5 Tahun 2021 sebenarnya sudah melarang galian C di dalam kota. Namun, izin usaha masih keluar lewat sistem Online Single Submission (OSS) tanpa koordinasi dengan Pemkab Mimika dan tanpa kajian lapangan. Akibatnya, pemerintah kabupaten tidak punya kewenangan langsung untuk menghentikan aktivitas tambang yang mengantongi izin resmi.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mimika turut mengecam lemahnya pengawasan dan tumpang tindih kewenangan tersebut. Sejumlah anggota dewan mendesak transparansi penuh dalam penerbitan izin tambang dan penegakan hukum yang konsisten.
Penutupan ini diharapkan dapat menekan kasus malaria, mencegah banjir dan longsor, sekaligus mengembalikan fungsi tata ruang kota sesuai peruntukan. Kasus ini juga membuka mata publik bahwa sistem perizinan tambang di Papua Tengah masih carut-marut dan rawan disalahgunakan.(**).