MEEPAGO.COM-Di tengah kabut tipis yang menyelimuti Distrik Induk Sinak, ratusan warga berjalan perlahan menuju kampung mereka. Ada yang memanggul barang dan berpakaian seadanya, ada yang menggandeng anak-anaknya erat. Wajah-wajah lelah itu memancarkan rindu yang telah lama terpendam rindu pada rumah, kebun, dan tanah yang selama ini mereka tinggalkan demi menghindari dentuman senjata.
Beberapa bulan terakhir, konflik bersenjata memaksa mereka meninggalkan kampung dan hidup di pengungsian. Rumah ditinggalkan, kebun tak terurus, dan malam-malam dilalui dalam kecemasan. Hari ini semua berubah haru dan gembira dengan kedatangan Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa. datang bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai sahabat dan saudara yang memahami luka mereka.
Meki berbicara dengan nada yang hangat, penuh kedekatan. Ia menceritakan kisah keluarganya yang pernah hidup dan mengabdi di tanah ini. Kakaknya bertugas di wilayah tersebut lebih dari dua dekade, sementara ayahnya mengajar di Birimin, Lani Jaya. “Orang Dani adalah bagian dari hidup saya. Terima kasih kepada guru-guru, pendeta, dan pihak keamanan yang telah melayani serta menjaga masyarakat di sini,” ujarnya.
Gubernur yang lahir dan besar di tanah Papua itu juga menyampaikan terima kasih kepada Bupati Puncak dan Ketua DPRD atas dukungan mereka. Ia berjanji menyediakan tenda, seng, dan bahan bangunan untuk membantu warga membangun kembali rumah mereka. Warga diminta menyiapkan kayu, sementara ia sendiri berkomitmen kembali dengan bantuan dana untuk membangun honai—rumah tradisional Papua.
“Kamu sendiri yang bangun rumah. Kita tidak boleh lama tinggal di Sinak karena banyak masalah. Kalau di kampung, tidak ada masalah. Waktu baik maupun buruk, kita tetap ada di sini, dan saat Tuhan memanggil, kita pergi dari negeri ini,” ucapnya.
Saat rombongan berjalan memasuki kampung, suasana haru pecah. Ada yang memeluk tanah, ada yang menangis tanpa suara. Anak-anak berlari menyusuri jalan tanah, seolah ingin menghafal kembali setiap sudut tempat mereka tumbuh.
Kunjungan ini adalah bagian dari upaya pemerintah mengakhiri masa-masa pengungsian akibat konflik berkepanjangan antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata (KKB). Harapan akan damai kini kembali bertunas di tanah ini, meski bayang-bayang masa lalu belum sepenuhnya sirna.
Bagi warga Sinak, hari itu bukan sekadar perjalanan pulang. Itu adalah awal dari babak baru—membangun rumah, memulihkan kebun, dan menata kembali hidup di kampung yang mereka cintai. Dengan doa yang lirih, mereka percaya, kedamaian akan menetap di sini untuk selamanya.(***)